"yuk kita belajar memahaminya"


Selamat datang di blog kami
Semoga bisa memberikan kemanfaatan

Senin, 02 Agustus 2010

Tsabat

Yang dimaksud dengan tsabat adalah tetaplah Anda sebagai aktivis dakwah dalam kondisi apa pun. Anda senantiasa aktif berjuang pada jalan yang dituju walaupun masanya panjanga, bahkan sampai bertahun-tahunm sampai mati bertemu Allah Rabbul ‘Alamin dalam kondisi itu dengn meraih salah satu dari kedua kebaikan, berhasil mencapai tujuan atau meraih syahadah pada akhirnya.
“Dan dia antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak mengubah janji-Nya” (Al Ahzab:23)
Waktu bagi kami merupakan bagian dari solusi, sebab dakwah itu panjang, jauh jangkauannya, dan banyak rintangannya. Tapi semua itu adalah cara untuk mencapai tujuan dan ada nilai tambah berupa pahala dan balasan yang besar serta menarik (Hasan Al-Banna)
Yang akan ditulis disini hanya sebagian contoh dari sikap Tsabat terutama dalam menghadapi ujian keluarga/orang tua. Semoga bisa meneguhkan hati kita dalam berjuang di jalan Allah.
Para pembesar Quraisy berusaha membujuk dan mengancam Abu Thalib untuk mengentikan kegiatan dakwah yang dilakukakan kemenakannya, Muhammad saw. Abu Tholib pun sangat sedih, usianya terlampau berat memikul beban itu. Akhirnya dengan kegalauan dan kekhwatiran berat, dipanggilnya Rasulullah saw. dan mengatakan “Wahai anakku…! Sayangilah dirimu dan diriku, janganlah engkau membebani diriku dengan persoalan yang berada di luar kemampuanku..!
Mendengar kata pamannya, Rasulullah saw. menduga bahwa pamannya tidak lagi hendak menolong dan melindunginya. Tetapi keteguhan hatinya menyahut, maka kepada paman yang dicintai itu Rasul saw. berkata, “Wahai Paman. Demi Allah, seandainya mereka itu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya aku menghentikan urusan ini, sungguh aku tidak akan berhenti sampai Allah memenangkan agama-Nya, atau aku binasa karenanya.” Rasulullah saw. tidak kuasa membendung air matanya. Kecintaannya kepada dakwah melebihi cintanya kepada segala sesuatu, termasuk pamannya itu Meskipun Rasulullah sadar bahwa ia kecil dan besar dalam asuhannya, ia dilindungi, dan disayangi selalu. Tak pernah sekalipun paman membuat hatinya terlaku. Pun demikian dengan Rasulullah saw. pamannya itu sangat dicintai melebihi apapun. Kecuali cintanya kepada dakwah..!
Abu Thalib segera memanggil kemenakannya kembali dengan air mata berurai membasahi janggutnya, “Kemenakanku, pergilah dan katakanalah apa saja yang kau suka. Demi Allah, engkau tidak akan aku serahkan kepada siapa pun selama-lamanya!”
Demikianlah keteguhan Rasulllah saw. dalam berdakwah (diambil dari buku Teladan Tarbiyah)
Mush’ab Bin Umair. Sebelum memeluk Islam, beliau adalah anak orang yang terkemuka di Mekah, hidupnya mewah dan serba berkecukupan. Hidayah Allah pun sampai padanya hingga ia memeluk Islam. Awalnya ia merahasiakan keislamannya itu terutama kepada ibunya. Ia rajin mendatangi majlis Rasulullah di rumahnya Arqam, sedang harinya merasa bahagia dengan keimanan dan sedia menebusnya dengan amarah ibunya yang belum mengetahui keislamannya. Tetapi pada akhirnya rahasianya pun terbongkar. Ia dikurung oleh ibunya tetapi akhirnya bias melarikan diri dan ikut hijrah ke Habsyi. Baik di Habsyi ataupun di Mekah, ujian dan penderitaan semakin meningkat Kehidupannya pun jauh berbeda dengan yang dulu. Ia hanya memakai jubah usang yang ditambal-tambal. Semenjak ibunya merasa putus asa mengembalikan Mush’ab kepada agamanya yang lama, ia telah menghentikan segala pemberian yang biasa dilimpahkan kepadanya. Ketika sang ibu mengetahui kebulatan tekad putranya yang telah mengambil keputusan, tak ada jalan lain baginya keculai melepasnya dengan cucuran air mata, sementara Mush’ab mengucapkan selamat berpisah dengan menangis pula. Ketika sang ibu mengusirnya dari rumah sambil berkata: “Pergilah sesuka hatimu! Aku bukan ibumu lagi!” Maka Mush’ab pun mengampiri ibunya dan berkata” “Wahai bunda! Telah ananda sampaikan nasehat kepada bunda, dan ananda menaruh kasihan kepada bunda. Karena itu saksikanlah bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya”.
Itulah keteguhan Mush’ab dalam mempertahankan keimanannya.
Satu lagi kisah dari sahabat yang mirip, yakni kisahnya Sa’ad bin Abi Waqqash. Ketika Sa’ad masuk Islam dan mengikuti Rasulullah, saat itu ibunya berusaha membendung dan menghalangi putranya dari Agama Allah, tetapi karena keteguhan Sa’ad usahanya itu gagal. Maka ditempuhlah oleh sang ibu yang diharapkan bias melemahkan Sa’ad dan membawanya kembali ke agama berhala. Sang ibu menyatakan akan mogok makan dan minum sampai Sa’ad bersedia kembali ke agama nenek moyang dan kaumnya. Rencana itu dilaksanakannya dengan tekad yang luar biasa, ia tak hendak menjamah makanan dan minuman hingga hamper menemui ajalnya.
Tetapi Sa’ad tidak terpengaruh oleh ahal tersebut, bahkan ia tetap pada pendiriannya, ia tak hendak menjual agama dan keimanannya dengan sesuatu pun, bahkan walau dengan nyawa ibunya sekalipun. Ketika keadaan ibunya telah demikian gawat, beberapa orang keluarganya membawa Sa’ad kepadanya dengan harapan hatinya akan menjadi lunak. Sesampainya disana, Sa’ad menyaksikan pemandangan yang amat menghancurkan hatinya
Tapi keimanan terhadap Allah dan Rasul mengatasi baja dan batu karang manapun juga. Didekatkan wajahnya ke wajah ibunya, dan dikatakan olehnya “Demi Allah, ketahuilah wahai ibunda… seandainya bunda mempunyai seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah ananda akan meninggalkan agama ini walau ditebus dengan apapun juga…! Maka terserah kepada bunda, apakah bunda akan makan atau tidak…!!”
Akhirnya ibunya mundur teratur, dan turunlah wahyu menyokong pendirian Sa’ad serta mengucapkan selamat kepadanya sbb:
“Dan seandainya kedua orang tua memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergauilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada Ku-lah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (Q.S. Luqman:15)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar